Sabtu, 11 Desember 2021

End 2021 : Drop Some Words

Assalamu'alaikum sahabat, lama tidak saya sapa. Semoga selalu sehat dan baik dalam hidup Anda semua. Amin.

Sejujurnya, saya sedang memikirkan judul apa yang baik tentang tulisan saya kali ini. Saya menemukan ide untuk menulis judul "End 2021 : Drop Some Money Words", namun tidak bisa saya eksekusi karena tidak bisa membuat jenis huruf strikethrough dalam kolom judul. So, that's it. Jadilah seperti itu saja.

Kali ini saya ingin menyampaikan summary of life dari sudut pandang saya sendiri. Tentu saja lebih mudah bukan? karena rasanya sulit membuat ringkasan dari sudut pandang orang lain. Perspektif yang diambil juga banyak yang mempengaruhi. Bisa kompetensi, bisa kondisi mental, bisa juga karena mood.

Serius, mempelajari tentang hidup adalah mempelajari tentang ketidakpastian. Sesuatu yang relatif. Tidak mudah dipahami, dirumuskan dan juga diterima. Semua bisa bias, bisa semu, bisa juga mengejutkan. Semua berkumpul menjadi satu. Beberapa orang menyebutnya kumpulan dari banyak kekacauan itulah yang dinamakan hidup. Tetapi, itulah indahnya hidup.




Salah satu kekacauan yang dalam satu tahun ini saya pelajari adalah bagaimana seharusnya manusia hidup. Bagaimana ia menilai dan dinilai sebagai manusia dalam sebuah tempat. Kali ini saya merasa ingin menyimpulkannya dalam tiga fase. 

        Fase pertama adalah fase dimana ia ingin dinilai baik dengan memperlakukan orang lain dengan baik. Katakan saja setiap hari ia selalu menanyakan kabar orang lain, menawarkan bantuan, membagikan sebagian makannya, memuji orang lain, mendengarkan orang lain, dan selalu hadir dalam segala macam perkumpulan yang datang mengajak. Di saat itu, ia selalu bahagia dengan melihat orang lain bahagia karena keberadaannya. Ia merasa semua orang akan memperlakukan dirinya sebagaimana ia memperlakukan orang lain. Ringkasnya, ia sedang berinvestasi kebahagiaan dirinya kepada orang lain. Tunggu, berinvestasi? Ya. Ia memunculkan harapan akan mendapatkan hal yang lebih banyak ketimbang apa yang ia berikan di masa yang akan datang. Investasi Kebahagiaan.

Selang beberapa waktu, tentu ia juga memiliki masa dimana memerlukan bantuan, memerlukan telinga untuk bisa mendengar, memerlukan orang untuk hadir dan mengerti kesulitan yang sedang dihadapi bahkan paling tidak menanyakan kabar dirinya. Maka, saat itulah ia sedang menunggu momentum. Adakah orang lain hadir? Adakah orang lain yang mau mendengar? Adakah orang lain yang siap direpotkan hidupnya? Wow! Tidak ada. Secara logika, harusnya ada. Tentu ada. Apakah benar setidak ada itu? Ternyata, benar. Sungguh benar tidak ada. 

        Tibalah di fase kedua. Fase dimana ia ingin dinilai baik dengan memperlakukan dirinya dengan baik. Rutinitas hariannya hanya untuk dirinya. Tak perlu lagi sibuk mengetahui keadaan orang lain, memperhatikan, menanyakan kabar, menawarkan bantuan, membagikan makan, memuji dan mendengarkan orang lain. Cukup. Kali ini, ia ingin bahagia dan memunculkan kebahagiaan dari dirinya sendiri. Yang tak pernah lelah bangkit walau sedang sakit, yang tak pernah kecewa walau sedang salah, dan yang tak lupa memaafkan walau sering dikecewakan. Gampangnya, selflove. Saat ini lah kekuatan dirinya hadir. Ia bisa kuat walau tak ada orang lain yang menguatkan. Karena ia tahu obat yang dosisnya tepat bagi dirinya. 

Semua itu kembali menyadarkannya saat moment "ada orang lain yang sakit dengan perlakuan dirinya". Perenungan hidup bergulir menuju fase ketiga. Fase belajar dari dua fase sebelumnya. Keadaan dimana ia harus menimbang dan mengukur kadar bagaimana baiknya, bagaimana seharusnya, dan bagaimana sewajarnya. Itu tadi, wajar. Lakukan semuanya dengan wajar. Seberapa wajar? Seperti apa batas kewajaran? Tanyakan pada hati. Ia mulai percaya bahwa hati yang selama ini menuntunnya berpikir. Bahwa hati yang tak pernah berani mengingkari. Bahwa hati yang mampu menilai dan dinilai hati lainnya. Ia sulit untuk berdusta. Maka dari itu, ia selalu berusaha mengkondisikan hatinya dalam keadaan prima. Siapa yang bisa menjaga kondisi hati yang selalu prima? tentu, hati juga yang tahu siapa Ia. Dia pemilik hatinya.


---

Semoga hati saya, hati Anda selalu dalam kondisi prima. Sehingga ia bisa murni dalam menilai dan dinilai oleh hati lain. Selamat menempuh kehidupan, sahabat. Selamat belajar bersama. Mungkin, saat ini saya baru menyimpulkannya sedemikian sederhana. Entah bagaimana ke depan saya bertransformasi, saya harap semuanya dalam kebaikan dan kedamaian. Sehat selalu, sahabat. Terimakasih 2021. Salam.

Kamis, 08 Oktober 2020

Singapura : lewat Batam, ngintip 9 jam

Assalamu'alaikum, sahabatku yang dengan dan/atau tanpa sengaja melihat tulisanku, semoga hidup kalian selalu dinaungi kasih sayang dan keberkahan. Amin.

Kali ini, aku hendak berbagi cerita tentang perjalanan nekat solo midnight trip yang begitu singkat, tetapi banyak pelajaran yang aku dapat.

Jadi, tahun lalu aku diberi kesempatan buat berkunjung ke salah satu pulau di ujung barat Indonesia, Batam. Alhamdulillah...
Tapi yang akan aku ceritakan justru bukan Kota Batamnya, ya karena memang hanya singgah sebentar di beberapa tempat seperti nyun-set di Pantai Ocarina dan Sujud Tour di salah satu masjid yang masuk dalam Daftar Kunjung Wajib kalo sahabat mampir ke Kota Batam, yaitu Masjid Jabal Arafah.

----
"Ga afdhal kalo ga nyebrang kalo udah di Batam!"

Begitulah kata berbanyak orang yang kutemui begitu sampai di kota ini. Sejujurnya memang sudah sempat kepikiran sih ketika ada plan ke Batam pengen sekalian nyeberang, terbukti aku juga membawa serta passport sebagai antisipasi jikalau tiba-tiba hasrat untuk berjalan muncul tanpa diundang, cuman gimana jadi atau tidaknya tergantung nanti. Ya! tergantung nanti suasana hati, suasana kantong dan suasana cuaca.
Alhasil suasana semesta mendukung. Rasa penasaran semakin memuncak saat melihat deburan kecil ombak di Ocarina, bahwasanya tahu tidaknya suasana dan perasaan tergantung dari keputusan kita untuk mengambil kesempatan mau atau tidak. Jadi, hanya perkara mau atau tidak.

Karena diri ini mau tahu bagaimana suasana dan perasaan 'di sana', selepas matahari berlalu dan menuju peraduannya aku mulai scrall-scroll cara nyeberang dari Batam ke Singapura.

                                        
                                   
Ocarina, 12 Maret 2019 pukul 18.00 WIB

Ternyata, ada beberapa pelabuhan kapal yang memiliki rute ke Singapura dari Batam atau pun sebaliknya, yakni Batam Center, Harbour Bay, dan Sekupang. Kebetulan tempat aku menginap lebih dekat ke pelabuhan Batam Center dan kupikir juga pasti akan lebih banyak orang, mengingat keamanan diri adalah prioritas, jadi harus hindari tempat-tempat yang sepi. Tereksekusilah tiket PP Batam Center - Harbour Front.
Oya, karena ambil jalan pintas aku membelinya tidak langsung di counter pelabuhan melainkan lewat aplikasi yang bisa sahabat download, Batamfast. 

Coba tebak nih aku memilih kapal dengan jam keberangkatan yang mana?

Mungkin ada yang menebak paling besok paginya, kan secara udah gelap matahari udah tenggelam.
Jawabannya adalah salah. Aku memilih jam keberangkatan malam itu juga. Gerimis juga. Paling ciamik, sendirian juga. Haduh, rasanya antara percaya dan tidak kakiku sudah menapak Pelabuhan Batam Center pukul 19.15 WIB setelah sebelumnya beradu melawan angin malam Kota Batam naik ojek online. Terimakasih abang ojek yang mengantarkan dan sedikit menyemangati kepergianku.

"Hati-hati, ya mba. Selamat berlibur!", kata abang ojek.




"Ada baiknya tukar uang dolar Singapura kali ya siapa tahu nanti sempat mampir beli cinderamata. Atau kalau pun tidak beli ya setidaknya jadi punya uang dolar Singapura". Sesimpel itu diri ini memutuskan untuk menuju ke salah satu dari sekian banyak money changer di pelabuhan. Tidak seberapa, setidaknya cukup.

Gate keberangkatan menuju Singapura berada di lantai dua. Sejauh mata memandang selepas melewati security check tiket, hanya sekitar 10 orang yang membersamaiku. Ada satu keluarga, pasangan suami istri, dan gerombolan traveler. Aku? memang sejak tadi sendirian :')
Tiba saatnya menuju pemeriksaan pasport. Khawatir dianggap berlagat mencurigakan sehingga memancing petugas imigrasi untuk random interview, aku bersikap sesantai mungkin, serileks mungkin, ngobrol kecil dengan beberapa penumpang lain. Cekrek sana-cekrek sini sembari melirik jam di handphone, 20.30 WIB.

Benar saja kekhawatiranku direalisasikan oleh fakta. Aku diminta minggir alias masuk ke dalam ruang random interview oleh petugas imigrasi. Oke, baiklah. Tinggal dijawab dan diceritakan apa adanya maka lolos lah sekitar 15 menit ditanya ini-itu. Tigapuluh menit menuju gerbang kapal dibuka, aku hanya tetap terjaga melihat sekitar. Ternyata, gerombolan orang tadi tidak satu kapal denganku. Aku berakhir sendirian untuk beberapa menit setelah disusul 3 orang kemudian. Cukup mencolok nampaknya ya solo trip malam-malam. Apalagi bagi seorang wanita. Bisa jadi aku satu di antara mereka yang merasa biasa saja melakukan hal ini. Sahabat adakah yang merasa begitu?

"Where are you going, Miss?", seorang traveler menanyaiku sembari berjalan masuk ke kapal yang siap jalan.

"Just walking around". Emang bener kan, cuma pengen jalan dan tahu aja. Jadi, tujuanku ya terus berjalan dan tidak diam, batinku.

Hujan menemani perjalananku selama satu jam di dalam kapal. Niatnya tidak akan menutup mata, tapi apadaya tubuh tak bisa bohong, mungkin setengah perjalanan aku menutup mata. Sengaja aku memilih tempat duduk di pinggir jendela sehingga bisa melihat keluar, meskipun mau dibayangkan sebagus apapun tetap saja pemandangan luar adalah hitam, karena malam itu gelap. Terlepas dari ingin melihat-lihat selama perjalanan, aku ingin tetap terjaga karena aku juga harus mawas diri. 


---
Harbour Front, 22.30 Singapore Time

Sesingkat itu. Semudah itu. Semungkin itu. Singapura, aku di sini. Maaf, kuawali dari sebuah keisengan hati.
Begitu sampai di pelabuhan, langsung disodori formulir formal yang harus diisi bagi siapapun yang masuk ke sebuah negara.

"Welcome to Singapura, Miss!", seorang petugas pelabuhan yang berusia sekitar 70 tahunan menyapaku dengan penuh ramah. 
Mungkin beliau sedang dapat shift malam, jadi tidak di rumah. Pikiranku jadi ke arah situ sembari membuka obrolan dengan bapak tadi. 

Chit-chats*

"Enjoy your trip, maam!", sambil melempar tangan ke arahku. Kubalas senyum itu dengan milikku.

Oke, mari lanjutkan perjalanan!
Aku berjalan mengikuti arus saja sampai tibalah di stasiun MRT. Niatnya mau nyobain MRT di Singapura, namun sayang jam operasi MRT telah usai. Aku keasikan berjalan sampai kurang perhatian dan ketinggalan kereta terakhir. Oke, tantangan baru dimulai.

Beruntung pelabuhan Harbour Front ini nyambung dengan Mall Vivo City yang paling tidak bisa kumanfaatkan fasilitasnya untuk membuat aku tetap berjalan. Seperti mall biasanya pasti ada beberapa tempat yang memang buka 24 jam. Benar saja, di salah satu tempat nongkrong paling ramai masih banyak orang yang menghabiskan malam di mall, bercengkrama tertawa bersama. Sampai pada suatu waktu, aku tersadar di sebelahku ada seorang traveler wanita juga yang duduk bersila di lantai.
Kami mengobrol dan salah satu topik lucunya adalah kita sama-sama mencari spot yang sinyal wifi-nya paling kuat. Sungguh kurang faedah sekali. Tapi itulah trigger obrolan kami hingga gelak tawa pecah.

Hampir 30 menit kami asik dengan gawai masing-masing, traveler tadi sudah say bye beberapa waktu yang lalu. Kenikmatan melihat suasana keramaian sekitar adalah hal favorit yang bisa kurasakan saat itu. Haha-hihi manusia yang entah tulus atau palsu. Aku hanya bahagia dan bersyukur bisa melihat suasana itu.

Sedikit bosan berjalan di dalam mall, aku keluar. Ternyata di luar mall asyik juga. Banyak anak-anak yang bersepeda, main scooter, rollerblade, rollerskate, skateboard, dan teman-temannya. Lalu lalang kendaraan semakin berkurang di jalan sampai begitu mudahnya membelah jalan raya untuk menyeberang. Aku mencoba mencari masjid di sekitar mall, meskipun aku tahu pasti di dalam mall juga ada prayer room, tapi ingin sujud di masjid saja. 

---
Masjid Temenggong Daeng Ibrahim, 13 Maret 2019, 01.45 Singapore Time

Akhirnya, kumenemukanmu meski baru dibuka sekitar pukul 04.00. Setidaknya ada dua jam lagi aku bisa memasuki rumah-Mu dan kembali Sujud Tour di belaham bumi lain.
Sekembaliku dari masjid itu, aku mencoba mencari spot keramaian yang tidak lain tidak bukan ya di mall tadi. 
Beberapa anak yang tadi bermain masih asyik bermain. Tapi sudut mataku tertuju pada seorang bapak petugas kebersihan berusia 65 tahunan tengah menyapu dedaunan yang gugur di sekitar luar mall. Sungguh, trenyuh hati ini, aku melihat sisi lain dari Singapura. Yang mungkin jika aku tidak "nekat" berangkat malam itu, aku akan menatap negara ini dengan Merlion Park dan Marina Bay Sands nya saja. Beruntung dan bersyukur perjalanan pertamaku ini mengintip hal yang langsung terpatri di hati.
Sesapa dengan bapak tadi sebentar, lalu mataku mulai pedih, kakiku mulai pegal. Aku mulai lelah.
Sampai kutemukan sebuah kursi terbalik dari sebuah restoran makanan yang berada di luar mall.
Iseng, aku balikkan kursi tadi dan duduk sembari perlahan meletakkan kepalaku di meja sampai....pulaslah tidurku.


---
04.00 Singapore Time, aku sudah kembali di masjid tadi. Tempat wudhunya unik dan bersih. Bahkan, sebelum aku meninggalkan tempat tersebut, aku diberi sedikit snack oleh ta'mir masjidnya. Huuu alhamdulillah, setidaknya ada ganjalan sedikit di perut pagi-pagi buta begini.
Singapura di jam kerja sungguh gila. Aku kira Jakarta sudah cukup membuatku gila, ternyata di sini lebih-lebih. Tapi, ada satu kebiasaan orang sana yang baik menurutku, budaya membaca koran disaat antre. Sebetulnya bukan korannya, tetapi kebiasaan "membaca" nya yang patut kita tiru, aku terutama.

Sudah tukar uang, sayang kan kalau tidak dipakai. Aku belikan sepaket nasi sayur dan air minum untuk sarapan sebelum pulang. Tunggu... pulaang?
Ya! Tiket kembali ke Batam adalah kapal yang berangkat paling pagi. Aku bertolak pulang. Sembilan jam yang bisa membuat aku memperbarui suasana hati. Terutama suasana iman yang lebih baru.

Jadi begitu sahabat. Memang terkesan tidak ada menarik-menariknya ya tapi bagiku ini keputusan menarik yang pernah aku ambil dan semakin menarik karena hari itu juga aku meninggalkan Kota Batam.











Minggu, 05 April 2020

Pandemos 2020

Selamat pagi sahabat!

Sudah hampir satu tahun setelah postingan terakhir, aku belum menulis kembali. Oh, bukan! Aku selalu menulis, hanya saja tidak di sini.
Saat ini, dengan kondisi yang sedang terjadi hampir 3 bulan ini, sepertinya menjadi aktivitas baru bagiku untuk menambah koleksi draft di blog ini.



Pertama, bagaimana kabar semua sahabat dan keluarga? Masih betah untuk di rumah saja?


Percayalah, hold on, calm down. Sedikit lagi kita harus tahan. Nikmatilah apa yang ada di dekatmu sekarang karena bisa jadi selama ini hal-hal kecil di sekitar kita sering terabai bahkan tak diacuhkan. Misalnya saja menyapa tetangga. Seringkali dengan kesibukan yang kita miliki, sesapa antar rumah bisa saja terlupakan karena merasa masing-masing memiliki masalah sendiri dan merasa cukup mampu untuk mengatasi masalah tersebut sendiri pula. 

Belum lagi jika tempat tinggal sekarang jauh dari keluarga, berapa kali kita sapa kabar dan keadaannya? Seminggu sekali pun belum tentu iya.



Kalau menurut aku, ditengah keadaan yang seperti sekarang ini penting banget buat melakukan inspeksi ke diri sendiri. Membedah satu per satu hal-hal yang sudah dilakukan selama hidup. 

Sudah seperti apa hidup di bumi ini? Sudah seperti apa menjalani peran sebagai hamba, makhluk berakal, warga negara, anak, kakak, adik, pasangan, atau orang tua?

Yuk, temenin buat list "What am I grateful for" hehe.



What am I Grateful for are...




Sebagai hamba Tuhan, Allah SWT, aku bersyukur karena dengan adanya pandemi ini menjadikanku tersadar atas Kuasa-Mu, Keagungan-Mu, Kebaikan-Mu, bahkan bisa jadi aku persepsikan sebagai Kerinduan-Mu. Bisa jadi kan selama ini aku tidak menghamba dengan baik, menyelingkuhi Kepercayaan-Mu atas apa yang terjadi, bahkan meragukan Kebijaksanaan-Mu. 

Sebenarnya, di bulan Maret ini aku berencana mengunjungi sebuah tempat yang "sampai saat ini belum selesai" aku ceritakan lewat blog ini. Aku ingin mengulang memori itu. Tapi, dengan jungkir-balik keadaan yang seakan memberi tanda kegagalan, dan pada akhirnya harus dituai kegagalan, sungguh membuat sedih pada awalnya. Embrace such a bad thing is not that easy, pals!


Tapi, jauh-jauh kedepan setelah pandemi ini menyerbu, aku sungguh sangat-sangat bersyukur. Ternyata Allah sesayang itu sama aku, sebegitunya melindungi aku, sebegitu rindunya mendengar doa-doa syukurku. Fix, I am an amateur servant to You, God :(



Sebagai makhluk yang dianugerahi akal untuk berpikir, aku pasti belum banyak memberi perhatian kepada makhluk lain yang tidak dianugerahi akal. Tumbuhan dan hewan. Inget banget pernah memelihara tanaman, tapi karena kesibukan jadi lupa memenuhi nutrisinya sehingga tumbuhan itu tak lama bisa bertahan hidup. Ada juga ikan peliharaan yang harus raib karena kecerobohan saat membersihkan wadahnya. 

Memang benar, manusia itu serakus itu, seikut campur itu dalam kehidupan tumbuhan dan hewan. Padahal, misalnya dari awal aku membiarkan mereka semua tumbuh dan berkembang dalam habitat aslinya, mungkin keberlangsungan keturunan dan kehidupan mereka bisa lebih panjang. 


Maka, saat pandemi seperti inilah tumbuhan dan hewan menertawakan manusia. Atas ulah kita sendiri. Mereka sekarang senang, menikmati bumi yang tenang.
Terimakasih kalian wahai tumbuhan dan hewan! Maafkan kami...



Yang terakhir, sebagai anak, kakak, dan adik, aku tak banyak bercengkrama bersama, tak banyak bersua, dan tak banyak bertatap. Lagi-lagi dengan dalih kesibukan, sering menafikan keharusan memberi kabar, bertegur sapa, dan saling mengapresiasi dengan baik. Selalu saja aku yang ingin dimengerti, selalu saja aku yang ingin ditanya lebih dulu kabarnya, selalu saja aku yang diberi apresiasi lebih dulu. Berkat pandemi ini, I am still learning about this :)




Sahabat, sudah pasti tidak hanya itu saja. Kenapa aku tulis terakhir? karena hanya sedikit manusia yang mampu memiliki kelapangan untuk bersyukur disaat mereka tidak baik-baik saja, dan aku masih berusaha menggapai itu. Sekaligus, nikmat Tuhan itu tidak terbatas, akal pikiran kita lah yang membatasi bahwa itu sebuah nikmat atau bukan.









Kalau versi aku seperti itu, versi kamu gimana sahabat?

Yuk, ketuk lebih banyak pintu langit untuk membuka pintu bumi :)




Rabu, 19 Juni 2019

I Need Your Help

I've been waiting
I've been hurting
Cause I've been falling
I need your help

My heart is breaking
So tired of crying
Lord I'm calling
I need your help

I dont wanna fight no more
I dont wanna fight this war
Forgive me Allah



I'm so broken
My wounds are open
My life is frozen
I need your help
Cause people always let me down
I'm losing all my air right now
I'm suffocating out my drown
I need your help
Forgive me Allah

I dont wanna run anymore
Forgive me Lord dont close your door
I promise I surrender
I'm giving you my heart and my soul
I've been thinking about my past
I wanna say I found you Lord at last
I just wanna tell you that already love you
I know you'll always be by my side
Forgive me Allah

Senin, 13 Mei 2019

Tears...

The way of tears
is the way to comfort
Sigh my friend so you can rest
and make emotional supplication in private
The universe will compass your voice



and by the will of Allah all wounds heal
and the broken and wounded hearts recover
and the sick and ill become full of strength again
while before they laid there sick



with remembering Allah
life becomes pleasant
the glance of a bright face will shine again
to Allah we have returned
and under His refuge we shelter
to end a scarce and a harsh era

-M.A.M

Minggu, 21 April 2019

AGRA : Tremendeous Fog in Taj Mahal

Memang masih melekat. Meskipun beberapa bulan telah lewat.

23 Januari 2019, pukul 18.30 waktu Rajashtan. Suhu udara masih berada di kisaran 15-16°C.
Selepas kami berkunjung ke tempat kerja teman, kami kembali ke flat untuk berkemas mengambil backpack.
Dengan segala kebaikannya, meskipun sedang tidak dalam kondisi sehat, dia tetap mau mengantar kami menuju tempat agen-agen bus.
Awalnya, kami keukeuh ingin menggunakan kereta ke Agra, tapi teman kami tidak menyarankan itu karena efisiensi waktu. Sejujurnya alasan kenapa lebih memilih menggunakan kereta adalah karena kami takut naik bus malam-malam. Dimana posisi sekarang tidak ada teman yang kami kenal di Agra. Tapi, dia tetap meyakinkan bahwa kami akan aman. Dengan segala usaha untuk menghilangkan perasaan takut tersebut, kami memutuskan untuk meng-iyakan.

Kepergian kami dari Jaipur dengan bus tidak melalui terminal seperti saat kami bertolak dari Delhi, tetapi kami diantarkan ke agen-agen bus di pinggir jalan yang sepertinya memang banyak penumpang naik dan turun di tempat tersebut. 

Ramainyaa...masyaAllah.

Lagi lagi kami sangat bersyukur dengan keberadaan teman kami, karena semua tulisan yang tertera di bus menggunakan bahasa Hindi, sehingga tidak akan paham kemana tujuan dari bus yang akan kita naiki. Namun, jika sahabat ingin naik melewati ISBT di Jaipur dengan memesan tiket sendiri juga bisa jadi pilihan atau lebih mudah lagi booking via redBus.
Menunggu sekitar 10 menit. Bus kami belum nampak.
Percaya atau tidak, kami belum makan apapun setelah tapakan pertama di Jaipur, paani-puuri. 

Tak lama berselang, bus Jaipur-Agra telah berhenti di depan kami. Kami segera naik dan berpisah dengan teman baik. 
I hope that wasnt my last time.

Perjalanan menggunakan bus kali ini agak berbeda dengan sebelumnya. Agak sedikit was-was, pasalnya tidak ada perempuan selain kami yang berada di dalamnya, jadi kami berjaga bergantian untuk tidur. Gelap dan dingin mencekat. Nampak jarang gemerlap lampu di sepanjang jalan. Sepertinya Agra akan lebih menantang. 

Benar saja, di tengah perjalanan bus kami berhenti di rest area daerah Mahwa, Tekra. Kondektur bus mempersilakan seluruh penumpang untuk turun. Washroom nya sepi, gelap, tidak begitu bersih dan agak tidak sedap baunya. Penerangan di sekitar rest area tersebut juga tidak banyak.

Freezing!
Sembari menunggu penumpang yang lain, kami booking hotel di sekitar Taj Mahal, sebisa mungkin tak terlalu jauh dan yang paling utama itu...murah hihi 
Selama perjalanan dari Jaipur menuju Agra, kami memonitor lewat gmaps dan sekitar 10 menit sebelum sampai ke hotel kami sudah memberitahukan ke kondektur dimana kami turun. Mamu -red paman yang jadi kondekturnya baik banget, meskipun tidak terlalu paham bahasa Inggris dia tetap mau menunjukan arah kemana kami seharusnya turun. Alhasil kami diturunkan di dekat salah seorang driver rikshaw. Mungkin kalo pake ilmu kirologi (ilmu kira-kira) begini percakapannya;

Kondektur : Bro, ini ada turis mau ke Hotel Sheela, anterin yaa
Driver rikshaw : Yoi, beres aman lah 😎

Fyi, Hotel Sheela ini hotel paling deket dengan Taj Mahal. Dia ada di East Gate, selain deket, murah juga. Alhamdulillah...


Pukul 22.50 waktu setempat, naik rikshaw dengan hembusan angin malam gelap, dingin parah, parah dinginnya, belum siap pakai baju tebal, belum makan, mengantuk, tapi harus tetap waspada. Pengalaman yang super nekat senekat-nekatnya. Terimakasih Allah, Engkau jaga kami dengan Penjagaan-Mu yang Baik. 

Sekitar 20 menit gigi kami bergemeretuk, akhirnya rikshaw berhenti di dekat hotel kami. Jadi karena kami sudah memasuki daerah yang suci dan mulia maka tidak diperbolehkan kendaraan masuk sampai ke daerah Taj Mahal. So, sekitar 1 km kami harus berjalan menuju Hotel Sheela. Lumayanlah keluar keringat sedikit sambil menghangatkan badan. 

Kebetulan, kami bersama 2 turis dari Malaysia dan Singapura ketika check-in di Hotel Sheela jadi tidak berasa sendirian.


Seusai berkutat dengan administrator hotel, masuklah kami ke kamar. Syukurlah, badan ini bisa merebah dengan baik. Dingin super dingin. Ibarat kata, tidur di dalam freezer lemari es, cuci muka dan bebersih dengan air es. Parah dinginnya ya Allaah...
Di dalam kamar tapi berasa di luar. Hembusan napas kami sampai terlihat jelas di udara, saking dinginnya. 

----

January 24th 2019, 5 a.m.

Samar di telinga kudengar panggilan-Mu. Masih setengah sadar, mataku sedikit kubuka. Ya Rabb, terimakasih atas nikmat hidup. Aku kira aku tak sanggup menahan dinginnya udara semalam. Tetapi... Ada yang benar-benar menentramkan dan mengharukan. Aku mendengar adzan, panggilan-Mu setelah beberapa hari tak kudengar. Alhamdulillah.


On the way to the Gate of Taj Mahal


Agra, kau mengharukan.
Kami bergegas menuju Taj Mahal selepas shubuh.
Begitu keluar kamar, kabut masih mengudara dan menebal. Bahkan jarak pandang hanya satu meter saja. Dingin. Kulirik suhu lewat ponselku, 7°C. Pantas saja.

Syahdu, tentram dan khidmat. Aku tak kuasa menahan buliran air mata. Sebentar lagi aku akan melihat salah satu dari tujuh keajaiban di dunia (menurut manusia) dengan izin-Mu. MasyaAllah...
Hanya berjalan sekitar 5 menit, kami sudah sampai di East Gate. Mengantri membeli tiket dan sudah mulai banyak tourguide yang menawarkan jasa. Tapi kami memilih untuk tidak menggunakannya. Terlepas dari alasan penghematan budget, kami ingin menyelami perjalanan di Taj Mahal dengan leluasa dan tak terburu-buru.

Tiket masuk ke Taj Mahal sebesar 1300 rupee per person sudah include alas sepatu dan air mineral. Bangunan ikonik ini memang belum lama dinaikan tarif masuk baik bagi turis lokal maupun turis internasional. Hal tersebut sengaja diberlakukan untuk membatasi jumlah pengunjung situs warisan dunia UNESCO tersebut. 

Tapi jangan salah, kami kira belum banyak pengunjung datang, ternyata kami sudah harus antre panjang. Oiya, demi peningkatan keamanan dan penjagaan kesucian serta kebersihan, setiap turis wajib digeledah. Yap semuanya. Karena kami baru tahu, permen yang kami beli di Bandara Indira Ghandi juga ikut raib. Padahal kan kan lumayan untuk sarapan🙈



Shoe case


Selesai security check, begitu melihat pintu gerbangnya....

Wuaaaa masyaAllah...

TIDAK TERLIHAT!

🤣

Kabutnya begitu tebal


Kabut tebal yang menyelimuti


Tapi mungkin ini cara Allah biar kami stay lebih lama di sini sembari menunggu kabut hilang. Yaa walaupun diluar ekspektasi, tapi tak apalah.
Begitu kami masuk ke pintu gerbangnya, rasa syukur yang tiada terkira memenuhi dada kami. 


Waiting almost over...




Perjalanan yang memang kami niatkan untuk taqarrub sungguh Engkau bingkai dengan sangat indah. Rasa syukur yang tiada terkira, menarik ke belakang perjalanan yang hampir saja tidak terealisasi, justru Kau penuhi dengan sarat isi. 

Begitu melihat sisi samping kanan dan kiri pintu gerbang, sudah Kau sambut dengan perkataan-Mu dalam surah kalam-Mu. 


Can you read it?

Mesmerize



Bangunan berjuta marmer yang indah. 






 Tetiba teringat tujuan utama datang ke India saat liat banyak monyet berkeliaran, Kashmir. 
Selepas ini, semoga Kau tuntun jalan kami. Aamin.



Bajrangbali dalam Film Bajrangi Bhaijan


Terlepas dari hanya buatan manusia, hasrat yang Engkau hadirkan dari seorang lelaki kepada seorang perempuan sungguh nyata aku lihat kesungguhannya. Setiap bentuk yang simetris, yang dipahat dengan tangan. Ini semua adalah kuasa-Mu.




Bahkan ketika di dalam makam, bangunan ini didesain dengan penuh romansa cinta. Gaungan yang tercipta sungguh indah. Sayang, dilarang mengambil gambar dan video. Jadi, sahabat harus kesana ya 🤗

Tak sedikit kulihat bule bule jomblo yang mematung memandang sekeliling. Mengekshalasi dan inhalasi romansa cinta di setiap bangunan, taman dan artefak Taj Mahal. 





Tak sedikit pula kulihat pasangan yang menghidupkan dan menambah romansa cinta mereka sembari mempersiapkan foto pranikah.




Tak jua melulu tentang pasangan, kasih dan sayang seorang bapak untuk putrinya, ibu untuk anaknya, guru untuk muridnya tergambar jelas di setiap sudut Taj Mahal. Tak terlupa pula, kerekatan batin kakak kepada adik dan adik kepada kakak, seperti kami 💚


Sleep tight dear

Hold my hands

Stay in line


Meskipun huru hara saat kami berkunjung begitu tumpah ruah, tidak mengurangi sedikitpun rasa cinta yang melekat pada Taj Mahal. 

Meskipun sampai pukul 2 siang kabut tak kunjung hilang, suhu udara masih tetap di angka 9°C, kami tetap menikmati perjalanan cinta di Taj Mahal🌹

Dan yang paling paripurna adalah kecintaan Engkau kepada hamba-Mu yang tak kunjung habis meski pengkhianatan terus kami berikan. Ampuni kami masih jadi hamba amatiran.







- to be continued





Kamis, 28 Maret 2019

Back to You

I've been ungrateful
For much my life
I wasn't faithful
For all this time

I feel ashamed Lord
For the things I've done
Since I've been falling all this time
Cause I haven't had peace in so long
And I couldn't seem to go on

But now,
I can feel it through you
And I will never and ever forsake anything
And I follow this path back to you


O Allah, 
I ask you for guidance,
For piety,
Modesty,
And self-sufficiency

O Lord,
My heart couldn't see all the truth of this life
I was caught in this world
With a seal on my eyes
Then Allah, You showed me
All the truth of this life

Now I follow this path
Till the end of my time

-Siedd

End 2021 : Drop Some Words

Assalamu'alaikum sahabat, lama tidak saya sapa. Semoga selalu sehat dan baik dalam hidup Anda semua. Amin. Sejujurnya, saya sedang memik...